Selasa, 11 Juni 2013

Struktur masyarakat petani padi di desa tegalyasan kecamatan sempu kabupaten banyuwangi





Masyarakat Indonesia yang sangat plural memang menjadi suatu topic bahasan yang tidak akan habis bila dikupas, keragaman etnik yang ada menjadi suatu ke eksotisan bangsa Indonesia, Indonesia bagaikan surge yang ada di dunia, dimana pernah ada yang mengatakan bahwa tongkat serta batu pun bias tumbuh di tanah bumi pertiwi ini, maka itulah mengapa banyak sekali masyarakat Indonesia banyak bermata perncaharian sebagai seorang yang bercocok tanam atau dapat dikatakan petani. Indonesia memberikan berbagai macam lahan yang dibutuhkan untuk bercocok tanam, karena bertani itu juga Indonesia dapat dikenal oleh Negara-negara yang lain dengan slogan “macan asia”, hal itu dapat diraih karena apa? Dengan jelas di jawab dapat diraih dengan adanya system cocok tanam yang teratur serta pola-pola pertanian yang konsisten.
Masyarakat pertanian yang identic dengan masyarakat yang banyak bermukin di pedesaan memang menjadi obyek yang tidak dapat dilepaskan bila kita akan mengulas struktur masyarakat pertania, karena mayoritas kebanyakan petani-petani yang ada diindonesia tinggal di dekat lahan pertanian mereka dan hal tersebut pastinya membutuhkan banyaknya ruang kosong yang harus dapat diolah oleh mereka, maka tidak mungkin dan meskipun ada di kota pun hal itu akan jarang karena struktur pembangunan di kota sudah sangat padat, dan hal itu hanya bias dijawab dengan bermukim didesa yang masih terdapat banyak lahan-lahan yang dapat di fungsikan sebagai lahan mata pencaharian mereka sebagai petani.
Didesa saya yang notabene juga tidak dapat lepas dari pertanian, menjadi salah satu obyek kajian yang sedikit akan saya angkat dalam tulisan ini, masyarakat pertanian yang tudak lepas dari masyarakat pedesaan menjadi terkorelasi satu sama lain, karena hubungan antara keduanya sudah sangat erat sehingga tidak dapat dipisah atau pun dipilah-pilah, sehingga disitulah nanti akan muncul hubungan interaksi yang terjalin antara setiap element masyarakat,  masyarakat pertanian di desa tempat saya tinggal  mayoritas bercocok tanam atau bertani padi, meskipun banyak juga yang mulai beralih pada tanaman lain seperti sayuran.
Struktur masyarakat pertanian  di setiap desa pastinya berbeda satu dengan yang lain karena struktur wilayah, system budaya berbeda makan berbedalah struktur masyarakat pertanian yang berada disetiap daerah, di daerah saya masih banyak petani yang menggarap lahan milik orang lain, atau dapat dikatakan menjadi buruh tani, pemilik tanah yang memiliki lahan yang cukup luas, pasti tidak akan mampu untuk mengerjakan atau menggarap lahan pertaniannya sendiri, sehingga banyak para pemilik tanah menggunakan jasa dari para buruh tani untuk membantu mengolah lahan yang mereka miliki dengan nantinya ada system bagi hasil yang diterapkan untuk membayar upah untuk para buruh tani tersebut.
Kebanyakan struktur masyarakat pertanian di daerah saya di isi oleh para buruh tani sedangkan pemilik tanah hanya sedikit orang tetapi memiliki tanah yang sangat luas sehingga terlihat timpang antara pemilik tanah yang memiliki lahan yang sangat luas dengan buruh tani yang tidak memiliki tanah untuk di jadikan sebagai lahan bercocok tanam, maka didesa saya para pemilik tanah akan menyediakan berbagai apa yang dibutuhkan oleh para buruh tani untuk dapat dimanfaatkan agar hasil pertaniaannya menjadi meningkat, seperti bibit, pupuk, serta alat-alat pertanian telah disediakan oleh pemilik tanah, dan hubungan antara pemilik tanah dengan buruh itu tidak diikat dengan system kerja kontrak atau tertulis, tetapi masih menggunakan asas kekeluargaan atau dapat saya sebut dengan pola hubungan patron client.
Pola yang terjalin antara pemilik lahan dengan buruh tani ini biasanya hanya lewat kesepakatan saja, tidak ada dasar-dasar hokum yang menyertai, karena kepercayaan yang lebih di utamakan, jadi biasanya hubungan ini akan lebih solid dan tidak rapuh meskipun hasil pertaniannya tidak sesuai dengan pesanan atau jauh dari harapan dari sang pemilik tanah karena, kesepakatan awal biasanya adalah yang terpenting buruh tani ini mau untuk menggarap tanah pertanian tersebut dengan sepenuh hati, maka hasil yang nanti didapat tidak menjadi urusan, sehingga ada semacam system kepercayaan yang tertanam bahwa buruh tani akan bekerja seoptimal mungkin untuk para pemilik lahan.
Pola hubungan patron client didaerah saya memang sangat kuat antara pemilik lahan dengan buruh tani, karena dapat terlihat jelas bahwa para petani yang menggarap tanah tersebut memang posisi sosialnya juga rendah yang dapat dilihat dari kepemilikan harta yang dimiliki, maka biasanya para buruh tani bergantung pada para pemilik tanah yang mana posisi sosialnya dimasyarakat juga tinggi karena kepemilikan lahan tersebut, sehingga bila para petani membutuhkan apa saja yang tidak berhubungan dengan pertanian maka para buruh tani ini akan lari pada pemilik lahan, dan biasanya para pemilik lahan juga akan  memberikan bantuan yang di butuhkan, dengan harapan bahwa hubungan patron client tersebut akan terjaga,. Serta terselih harapan bahwa, buruh tersebut tidak akan lari kepada pemilik lahan yang lain.
System pemberian upah yang diterapkan antara pemilik lahan dengan para buruh tani mungkin hampir sama dengan di daerah-daerah lainnya, bila didesa saya system pemberian upah adalah dengan bagi hasil pertanian yang ada. Dengan perbandingan 4:1 antara pemilik tanah dengan buruhnya, pemilik lahan mendapatkan jatah yang banyak karena dilihat dari kepemilikan tanah atau lahan didukung dengan banyaknya pengeluaran yang dihabiskan untuk membiayai produksi pertaniannya, serta membayar buruh tersebut perharinya pula, yang membuat banyaknya hasil yang didapat, sedangkan buruh tani yang hanya mengolah lahan pertanian yang ada, tanpa mengeluarkan modal materiil yang dimiliki, mendapatkan pembagian yang sedikit.
Setelah itu adalah para pemilik tanah biasanya sudah memiliki hasil pertanian yang lumayan maka biasanya para pemilik tanah menjual hasil pertanianya pada tengkulak, yang biasanya sudah datang untukl melihat-lihat ketika padi yang di tanam sudah terlihat kuning, maka para tengkulak sudah datang untuk meminta ijin untuk membeli padi tersebut. Biasanya juga para tengkulak ini juga sudah menjadi langganan sehingga para pemilik tanah juga sudah hafal dengan para tengkulak bila mana mau menjual hasil pertaniannya.
Maka hubungan antar pemilik tanah, buruh tani dengan tengkulak memang menjadi sangat erat dan sangat sulit untuk dipisahkan, karena para buruh tani sangat tergantung pada pemilik lahan pertanian, sedangkan pemilik lahan juga sangat tergantung dengan tengkulak karena memang tengkulak lah yang membeli hasil pertaniannya. Sehingga terjadi mutualisme antara ke tiga element ini yang membuat dan terstruktur dalam masyarakat pertanian didesa tempat saya tinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar