Masyarakat
Indonesia yang sangat plural memang menjadi suatu topic bahasan yang tidak akan
habis bila dikupas, keragaman etnik yang ada menjadi suatu ke eksotisan bangsa
Indonesia, Indonesia bagaikan surge yang ada di dunia, dimana pernah ada yang
mengatakan bahwa tongkat serta batu pun bias tumbuh di tanah bumi pertiwi ini,
maka itulah mengapa banyak sekali masyarakat Indonesia banyak bermata
perncaharian sebagai seorang yang bercocok tanam atau dapat dikatakan petani.
Indonesia memberikan berbagai macam lahan yang dibutuhkan untuk bercocok tanam,
karena bertani itu juga Indonesia dapat dikenal oleh Negara-negara yang lain
dengan slogan “macan asia”, hal itu dapat diraih karena apa? Dengan jelas di
jawab dapat diraih dengan adanya system cocok tanam yang teratur serta
pola-pola pertanian yang konsisten.
Masyarakat
pertanian yang identic dengan masyarakat yang banyak bermukin di pedesaan
memang menjadi obyek yang tidak dapat dilepaskan bila kita akan mengulas
struktur masyarakat pertania, karena mayoritas kebanyakan petani-petani yang
ada diindonesia tinggal di dekat lahan pertanian mereka dan hal tersebut
pastinya membutuhkan banyaknya ruang kosong yang harus dapat diolah oleh
mereka, maka tidak mungkin dan meskipun ada di kota pun hal itu akan jarang
karena struktur pembangunan di kota sudah sangat padat, dan hal itu hanya bias
dijawab dengan bermukim didesa yang masih terdapat banyak lahan-lahan yang
dapat di fungsikan sebagai lahan mata pencaharian mereka sebagai petani.
Didesa
saya yang notabene juga tidak dapat lepas dari pertanian, menjadi salah satu
obyek kajian yang sedikit akan saya angkat dalam tulisan ini, masyarakat
pertanian yang tudak lepas dari masyarakat pedesaan menjadi terkorelasi satu
sama lain, karena hubungan antara keduanya sudah sangat erat sehingga tidak
dapat dipisah atau pun dipilah-pilah, sehingga disitulah nanti akan muncul
hubungan interaksi yang terjalin antara setiap element masyarakat, masyarakat pertanian di desa tempat saya
tinggal mayoritas bercocok tanam atau
bertani padi, meskipun banyak juga yang mulai beralih pada tanaman lain seperti
sayuran.
Struktur
masyarakat pertanian di setiap desa
pastinya berbeda satu dengan yang lain karena struktur wilayah, system budaya
berbeda makan berbedalah struktur masyarakat pertanian yang berada disetiap
daerah, di daerah saya masih banyak petani yang menggarap lahan milik orang
lain, atau dapat dikatakan menjadi buruh tani, pemilik tanah yang memiliki
lahan yang cukup luas, pasti tidak akan mampu untuk mengerjakan atau menggarap
lahan pertaniannya sendiri, sehingga banyak para pemilik tanah menggunakan jasa
dari para buruh tani untuk membantu mengolah lahan yang mereka miliki dengan
nantinya ada system bagi hasil yang diterapkan untuk membayar upah untuk para
buruh tani tersebut.
Kebanyakan
struktur masyarakat pertanian di daerah saya di isi oleh para buruh tani
sedangkan pemilik tanah hanya sedikit orang tetapi memiliki tanah yang sangat
luas sehingga terlihat timpang antara pemilik tanah yang memiliki lahan yang
sangat luas dengan buruh tani yang tidak memiliki tanah untuk di jadikan
sebagai lahan bercocok tanam, maka didesa saya para pemilik tanah akan
menyediakan berbagai apa yang dibutuhkan oleh para buruh tani untuk dapat
dimanfaatkan agar hasil pertaniaannya menjadi meningkat, seperti bibit, pupuk,
serta alat-alat pertanian telah disediakan oleh pemilik tanah, dan hubungan
antara pemilik tanah dengan buruh itu tidak diikat dengan system kerja kontrak
atau tertulis, tetapi masih menggunakan asas kekeluargaan atau dapat saya sebut
dengan pola hubungan patron client.
Pola
yang terjalin antara pemilik lahan dengan buruh tani ini biasanya hanya lewat
kesepakatan saja, tidak ada dasar-dasar hokum yang menyertai, karena
kepercayaan yang lebih di utamakan, jadi biasanya hubungan ini akan lebih solid
dan tidak rapuh meskipun hasil pertaniannya tidak sesuai dengan pesanan atau
jauh dari harapan dari sang pemilik tanah karena, kesepakatan awal biasanya
adalah yang terpenting buruh tani ini mau untuk menggarap tanah pertanian
tersebut dengan sepenuh hati, maka hasil yang nanti didapat tidak menjadi
urusan, sehingga ada semacam system kepercayaan yang tertanam bahwa buruh tani
akan bekerja seoptimal mungkin untuk para pemilik lahan.
Pola
hubungan patron client didaerah saya memang sangat kuat antara pemilik lahan
dengan buruh tani, karena dapat terlihat jelas bahwa para petani yang menggarap
tanah tersebut memang posisi sosialnya juga rendah yang dapat dilihat dari
kepemilikan harta yang dimiliki, maka biasanya para buruh tani bergantung pada
para pemilik tanah yang mana posisi sosialnya dimasyarakat juga tinggi karena
kepemilikan lahan tersebut, sehingga bila para petani membutuhkan apa saja yang
tidak berhubungan dengan pertanian maka para buruh tani ini akan lari pada
pemilik lahan, dan biasanya para pemilik lahan juga akan memberikan bantuan yang di butuhkan, dengan
harapan bahwa hubungan patron client tersebut akan terjaga,. Serta terselih
harapan bahwa, buruh tersebut tidak akan lari kepada pemilik lahan yang lain.
System
pemberian upah yang diterapkan antara pemilik lahan dengan para buruh tani
mungkin hampir sama dengan di daerah-daerah lainnya, bila didesa saya system
pemberian upah adalah dengan bagi hasil pertanian yang ada. Dengan perbandingan
4:1 antara pemilik tanah dengan buruhnya, pemilik lahan mendapatkan jatah yang
banyak karena dilihat dari kepemilikan tanah atau lahan didukung dengan
banyaknya pengeluaran yang dihabiskan untuk membiayai produksi pertaniannya,
serta membayar buruh tersebut perharinya pula, yang membuat banyaknya hasil
yang didapat, sedangkan buruh tani yang hanya mengolah lahan pertanian yang
ada, tanpa mengeluarkan modal materiil yang dimiliki, mendapatkan pembagian
yang sedikit.
Setelah
itu adalah para pemilik tanah biasanya sudah memiliki hasil pertanian yang
lumayan maka biasanya para pemilik tanah menjual hasil pertanianya pada
tengkulak, yang biasanya sudah datang untukl melihat-lihat ketika padi yang di
tanam sudah terlihat kuning, maka para tengkulak sudah datang untuk meminta
ijin untuk membeli padi tersebut. Biasanya juga para tengkulak ini juga sudah
menjadi langganan sehingga para pemilik tanah juga sudah hafal dengan para
tengkulak bila mana mau menjual hasil pertaniannya.
Maka
hubungan antar pemilik tanah, buruh tani dengan tengkulak memang menjadi sangat
erat dan sangat sulit untuk dipisahkan, karena para buruh tani sangat
tergantung pada pemilik lahan pertanian, sedangkan pemilik lahan juga sangat
tergantung dengan tengkulak karena memang tengkulak lah yang membeli hasil
pertaniannya. Sehingga terjadi mutualisme antara ke tiga element ini yang
membuat dan terstruktur dalam masyarakat pertanian didesa tempat saya tinggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar