Selasa, 11 Juni 2013

sos.agama


Agama, yang menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan sampai saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia dimana kita memiliki berbagai catatan termasuk yang biasa diketengahkan dari tafsiran oleh para ahli arkeologi.
Sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang mengandung arti penting tertentu, menyangkut, masalah aspek kehidupan manusia yang dalam transedensinya mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi manusia
Emile Durkheim seorang pelopor sosiologi agama di perancis mengatakan bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi,sedangkan marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Jelas agama menunjukkan seperangkat aktivitas dan sejumlah bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting. Yang menjadi masalah adalah bagaimana sosiologi seharusnya mendekati seefektif mungkin(observasi dan analisa) aspek eksistensi sosial manusia yang berisi banyak dan kabur ini.
Teori fungsional
Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, teori fungsional memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan yang memolakan kagiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga yang kompleks ini secara keseluruhan merupakan sistem sosial yang demikian rupa dimana setiap bagian(masing-masing unsure kelembagaan itu) saling tergantung dengan semua bagian lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi bagian lain yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan. Dalam pengertian ini, agama merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang tidak berimbang.
Teori fungsional melihat kebudayaan sebagai sejumlah pengetahuan yang kurang lebih agak terpadu sebagai pengetahuan semu, kepercayaan dan nilai. Hal ini menentukan situasi kondisi yang bertindak para anggota suatu masyarakat. Dewasa ini sosiologi telah membuang teori-teori  sebelumnya yang sedang mencari penjelasan tentang corak kegiatan manusia yang memola dan sudah dianut bersama, mempostulatkan gagasan “fikiran kelompok” dan teori-teori lainnya yang mengacaukan perumusan. Oleh karena itu kita perlu mempertanyakan kembali masalah fungsional, kali ini dalam konteks teori fungsional kepribadian yaitu sejauh mana agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya?
Aksioma teori fungsional ialah segala hal yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada jelas bahwa agama mempunyai fungsi atau bahkan memerankan sejumlah fungsi. Teori fungsional memandang kebutuhan demikian itu sebagai hasil dari tiga karakteristik  dasar eksistensi manusia, pertama manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian hal yang sangat penting bagi keamanan dan kesejahteraan manusia berada di luar jangkauan, kedua kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya walaupun kesanggupan tersebut kian meningkat pada dasarnya terbatas, ketiga manusia harus hidup bermasyarakat, dan suatu masyarakat merupakan suatu alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas dan ganjaran.
Jadi seorang fungsional memandang agama sebagai pembantu manusia untuk menyesuaikan diri dari ketiga fakta ini ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan( dengan demikian harus pula menyesuaikan diri dengan frustasi dan deprivasi). Kemungkinan tahu “konteks ketidakpastian”, menunjukan pada kenyataan semua usaha manusia. Betapa pun direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan sesakma tetap tidak terlepas dari kekecewaan.
Fungsi agama dan magis
Untuk membedakan antara fungsi agama dan magis mungkin bisa kita lihat dari sisi ritual-ritual yang dilakukan.  Ritual keagamaan misalnya pada saat kehadiran seorang bayi yang baru dilahirkan atau pesta untuk menyambut kelahiran bayi tersebut. Ritual semacam itu biasanya diadakan sebagai ungkapan rasa bahagia atau rasa bersyukur kepada tuhan. Sedangkan dari segi magisnya tujuan dan prinsip yang mendasari untuk seseorang harus melakukan ritual tersebut selalu jelas dan pasti. Mungkin fungsinya adalah untuk meritualisasi optimism manusia untuk mempertebal keyakinan dan mengalahkan rasa takut terhadap magis-magis yang telah ditetapkan oleh sesepuh mereka.
Agama dan kausalitas sosial
Peran agam terhadap perilaku manusia sebagai unsure kausal yang independen mungkin maksud dari pernyataan tersebut adalah untuk menangkal tafsiran marx yang berat sebelah bahwa agama tidak lebih dari satu turunan yang berasal dari variable sosial fundamental yaitu sebuah fenomena tanpa arti penting kausal (bersifat menyebabkan suatu kejadian: bersifat saling menyebabkan: hubungan--,hubungan yang bersebab akibat).
Arti penting teori fungsionalitas
Pertama , agama mendasarkan perhatiannya pada suatu yang diluar jangkauan dan kesejahteraan dan terhadap mana manusia memberikan tanggapan serta menghubungkan dirinya menyediakan bagi pemeluknya suatu dukungan.
Kedua, agama menawarkan suatu hubungan transcendental melalui pemujaan dan ucapaca ibadat.
Ketiga, agama mensucikan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang telah terbentuk.
Keempat, agama juga melakukan fungsi yang bisa bertentangan dengan fungsi sebelumnya.
Kelima, agama melakukan fungsi-fungsi penting.
Keenam, agama bersangkut paut pula dengan pertumbuhan dan kedewasaan individu dan perjalanan hidup melalui tingkat usia yang telah ditentukan.
Kesimpulannya adalah jika agama mengidentifikasi individu dengan kelompok, bertindak menguatkan kesatuan dan stabilitas masyarakat dengan cara mendukung pengendalian sosial, kemudian juga menyediakan suatu jalur dan jalan masuk yang bermanfaat untuk memahami agama sebagai suatu fenomena yang bersifat universal.
Pelembagaan agama
Dalam suatu masyarakat ada dua organisasi keagamaan yaitu primitive dan purba. Agama merupakan fenomena yang menyebar, berbagai bentuk perkumpulan manusia, misalnya keluarga sampai ke kelompok kerja yang bersifat religious atau keagamaa. Pada masyarakat , agama merupakan salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial. Organisasi keagamaan yang khusus menunjukan salah satu aspek  dari semakin meningkatnya pembagian kerja dan spesifikasi fungsi yang merupakan atribut penting masyarakat perkotaan. Masyarakat tradisional, kelompok sosial yang serupa memberikan kesempatan untuk memuaskan kebutuhan ekspresif dan adaptif, sedangkan masyarakat  modern organisasi untuk memenuhi kebutuhan adaptif cenderung dibuat terpisah dari organisasi yang member jalan keluar bagi kebutuhan ekspresif. Pengalaman keagamaan menunjukan suatu terobosan pengalaman sehari-hari merupakan pengalaman karismatik. Menurut weber jika karisma itu tidak “tetap merupakan suatu fenomena transisi, tetapi bersifat hubungan permanen yang membentuk komunitas para penganut atau kelompok pengikut stabil”. Maka secara radikal sifatnya pasti berubah. Karisma murni hanya ada dalam “proses kelahiran” (process of originating). Analisa yang diperlukan ialah analisa abstrak yang mencoba memisahkan pandangan umum tentang struktur dan pengalaman keagamaan. Yakni mengidentifikasi unsure-unsur yang umum dari pengalaman tersebut. Lembaga-lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, yakni sebagai pemujaan, pada waktu yang sama mereka berkembang sebagai pola ide-ide dan ketentuan yakni sebagai keyakinan-keyakinan, dan mereka juga tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi.
Pemujaan (cult)
Kompleks tanda-tanda,kata-kata dan sarana simbolis yang merupakan inti fenomena keagamaan yang kita namakan pemujaan( cult) ialah suatu ungkapan perasaan, sikap, dan hubungan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Malinowski, perasaan, sikap, dan hubungan ini diungkapkan tidak memiliki tujuan lain selain dalam diri sendiri. Hubungan yang diungkapkan dalam pemujaan itu merupakan hubungan sekunder antara sesame anggota, dan antara para anggota dengan pemimpin, hubungan yang implicit dalam tindakan pemujaan itu sendiri. Dalam semua agama , kelahiran, masa puber , perkawinan, menderita sakit, perubahan status dan kematian ditandai oleh ritualupacara suci. Ritual itu merupakan transformasi simbolis pengalaman-pengalaman yang tidak dapat diungkapkan dengan tepat oleh media lain.karena berasal dari kebutuhan primer manusia, maka ia merupakan kegiatan yang spontan dalam arti betapapun peliknya, ia lahir tanpa niat, tanpa disesuaikan dengan suatu tujuan yang didasari, pertumbuhannya tanpa rancangan, polanya benar-benar ilmiah, menurut  1 bid(hal:40). Pengalaman pelembagaan ritual, pemolaan kata-kata, isyarat, dan prosedurnya dimaksudkan sebagai semacam rasa memiliki dan objectivikasi sikap-sikap subjectif dan spontan yang asli dari para pengikutnya. Tindakan pemujaan merupakan tindakan sosial atau tindakan berjamaah dimana kelompok menetapkan kembali hubungannya dengan objek-objek suci dan melalui hubungan ini, hubungan yang diluar jangkauan, dan hal itu akan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar